Teman-taman ada yang sudah pernah menonton film ini?

Yups.. film ini diambil dari manga jepang karangan Takatoshi Yamada. Bercerita mengenai dokter bedah yang kelewat baik hati bernama Goto Kensuke yang mengasingkan diri ke pulau terpencil. Karena anak-anak salah mendengar namanya, maka namanya terpeleset menjadi dr. Koto.

Karena salah memberi kepercayaan, dia pergi dari rumah sakit universitas dan memulai karir baru sebagai dokter di sebuah pulau. Reaksi masyarakat pulau itu pada saat kedatangan pertamanya disambut dengan dini. Hal ini terjadi karena dokter-dokter sebelumnya yang pernah singgah ke pulau itu hanya mengabdi. Hal ini membuat Ayaka, perawat di klinik sebal akan dokter. Ketika dr. Koto datang ke pulau itu, akhirnya Ayaka menyadari bahwa dr.Koto berbeda dengan dokter sebelumnya.

Di bantu Ayaka dan Wada, dr. Koto sedikit-sedikit memulihkan citra masyarakat terhadap klinik pulau ini dan menaruh kepercayaan terhadap dokter. Di klinik yang kecil, dia mengobati dan mengoperasi pasien dengan peralatan seadanya. Kisah yang menarik jika anda mau memperhatikannya satu persatu. Film ini bercerita tentang nilai-nilai kehidupan, tidak seperti film lain seperti Team Medical Dragon dan Godhand Teru yang mungkin lebih meonjolkan teknik.


Setidaknya bagi yang ingin menjadi dokter, direkomendasikan menonton film ini. Bagaimana kelanjutan kisahnya? Saksikan sendiri, saya tidak akan menyertai link downloadnya. Lokalnya bisa dicari di Indowebster.

Selamat menonton




Etiologi
Cedera Dari Luar
Karena benda tumpul atau benturan dapat menyebabkan ruptur kandung kemih terutama pada keadaan penuh atau pada kelainn patologik seperti pada tuberculosis, tumor atau obstuksi sehingga meskipun kecil trauma yang dialami dapat menyebabkan rupture. Luka akibat benda tajam akibat tusukan atau tembusan peluru. Luka dapat terjadi pada area suprapubik atau transperitoneal.
  • Cedera iatrogenic
Terjadi karena kesalahan saat tindakan pembedahan seperti pada bedah ginekologik
  • Fraktur pelvis
Trauma benda kandung kemih banyak terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fraktur pelvis dan fragmennya mencederai kandung kemih.
Gambaran Klinis
Ruptur kandung kemih dapat besifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Intraperitoneal bila cairan urin mengalami ekstravasasi ke cavum peritoneum sehingga memberi tanda cairan intraabdomen dan merangsang peritoneum. Lesi ekstraperitoneal memberikan gejala dan tanda infiltrat urin dirongga peritoneum.lesi ekstrapritoneal memberikan gejala dan tanda infiltrat urin dirongga peritoneal yang sering menyebabkan septikemia.
Gejala yang berhubungan dengan skenario adahah gross hematuria terkadang keluar darah dari uretra dan mengeluh tidak bisa buang air kecil. Nyeri pada suprapubik, regang  otot dinding perut bawah  sebagai manifestasi dari pelukaan pada bladder.
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis, ada riwayat trauma. Pemeriksaan penunjang dengan foto polos abdomen yang memperlihatkan fraktur paa tulang pelvis. Pemeriksaan radiologi lainnya degan sistogram. Pemeriksaan istogram dilakukan dengan memasukkan kontras ke bladder dan menunjukkan adanya ruptur dengan ekstravasasi urin.
Tatalaksana
Trauma buli-buli merupakan kedaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera, dapat menimbulkan komplikasi, seperti peritonitis dan sepsis. Jika ada perdarahan atao syok harus diatasi terlebih dahulu. Bila semua sudah stabil baru beralih ke tindakan selanjutnya prinsip pemulihan ruptur bladder ialah ; penyalirn ruang perivesika, pemulihan dinding, penyaliran kandung kemih dan perivesika, dan jaminan arus urin melalui kateter.  




Epidemiologi
Trauma ureter jarang terjadi, biasanya terjadi akibat tembakan atau tusukan.

Etiologi
Cedera ureter agak jarang ditemukan karena ureter merupakan struktur fleksibel yang mudah bergerak di daerah retroperitoneal dengan ukuran kecil serta terlindung dengan baik oleh tulang dan otot. Trauma ureter biasanya disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul dari luar maupun iatrogenic. Untuk trauma tumpul pada ureter, walaupun frekuensinya sangat kecil, namun hal tersebut dapat menyebabkan terputusnya ureter, terikatnya ureter (akibat iatrogenic, seperti pada operasi pembedahan) yang bila total dapat menyebabkan sumbatan, atau bocor yang bisa menyebabkan urinoma atau fistula urine. Bila kebocoran terjadi intraperitoneal, dapat menyebabkan tanda-tanda peritonitis.

Gambaran Klinis:
-          Umumnya tanda dan gejala klinis tidak spesifik.
-          Hematuria, yang menunjukkan cedera pada saluran kemih.
-          Bila terjadi ekstravasasi urin, dapat terjadi urinoma.
-          Pada trauma tumpul gejalanya sering kurang jelas.
-          Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
-          Pada trauma yang disebabkan oleh akibat iatrogenic, seperti pada pembedahan, bila terjadi ureter terikat total atau sebagian, maka pasca bedah bisa ditenukan gejala-gajala febris, nyeri pinggang yang sering bersama-sama gejala ileus paralitik seperti mual, muntah.
Diagnosis:
-          Pada cedera ureter akibat trauma tajam biasanya ditemukan hematuria mikroskopik.
-          Pada cedera ureter bilateral terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah.
-          Lokasi cedera ureter dapat diketahui dari pemeriksaan pielografi intravena.

Terapi:
-          Pada setiap trauma tajam harus dilakukan tindakan eksplorasi untuk menilai ada tidaknya cedara ureter serta cedera ikutan lain.
-          Yang terpenting adalah melakukan penyaliran urin yang ekstravasasi dan menghilangkan obstruksi.
-          Rekonstruksi ureter tergantung jenis, bentuk, luas, dan letak cedera.
-          Untuk cedera ureter bagian atas, dilakukan uretero-ureterostomi, nefrostomi, uretero-kutaneostomi, autotransplantasi, dan nefrektomi bila rekonstruksi tidak memungkinkan.
-          Cedera ureter bagian tengah, dilakukan uretero-ureterostomi atau transuretero-ureterostomi.
-          Alternative rekonstruksi ureter distal adalah uretero-ureterostomi, uretero-neosistostomi, misalnya melalui tabung yang dibuat dari dinding kandung kemih yang disebut nefrostomi.













Definisi
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam trauma baik tumpul maupun tajam.

Epidemiologi
Trauma ginjal merupakan trauma yang paling sering terjadi.

Etiologi dan Patofisiologi
Ada 2 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu
1.      Trauma tajam
2.      Trauma Iatrogenik
3.      Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.Baik luka tikam atau tusuk pada abdomen bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal. 
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL. Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

Klasifikasi
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pedoman dalam menentukan terapi dan prognosis.


Grade I
Kontusio ginjal,terdapat perdarahan di ginjal tanpa adanya kerusakan jaringan,kematian jaringan maupun kerusakan kaliks. Hematuria dapat mikroskopik atau makroskopik.pencitraan normal.

Grade II
            Hematom subkapsular atau perineal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan parenkim.

Grade III
            Laserasi ginjal < 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks dan tidak terjadi ekstravasasi.

Grade IV
            Laserasi > 1cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin. Laserasi yang mengenai korteks,medulla dan pelviokaliks

Grade V
            Cedera pembuluh darah utama, avulsi pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan perdarahan ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat/ ginjal yang terbelah

Gejala Klinik
Pada trauma tumpul dapat ditemukan adanya jejas di daerah lumbal, sedangkan pada trauma tajam tampak luka.
Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba. Massa yang cepat menyebar luas disertai tanda kehilangan darah merupakan petunjuk adanya cedera vaskuler.
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas, dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera Tr. Digestivus ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.
Fraktur costae terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau  pneumothoraks
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock.

Diagnostik Radiologi
Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma ginjal, yaitu:
1.      Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat dan menentukan prognosisnya
2.      Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3.      Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4.      Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
Pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :

Grade I
·           Hematom minor di perinephric , pada IVP, dapat memperlihatkan gambaran ginjal yang abnomal
·           Kontusi dapat terlihat sebagai massa yang normal ataupun tidak
·           Laserasi minor korteks ginjal dapat dikenali sebagai dfek linear pada parenkim atau terlihat mirip dengan kontusi ginjal
·           Yang lebih penting, pencitraan IVP pada pasien trauma ginjal grade I dapat menunjukkan gambaran ginjal normal. Hal ini tidak terlalu menimbulkan masalah karena penderit grade I memang tidak memerlukan tindakan operasi .
·           Pada CT Scan, daerah yang mengalami kontusi terlihat seperti massa cairan diantara parenkim ginjal

Grade II
·           Pada IVP dapat terlihat extravasasi kontras dari daerah yang mengalami laserasi
·           Extravasasi tersebut bisa hanya terbatas pada sinus renalis atau meluas sampai ke daerah perinefron atau bahkan sampai ke anterior atau posterior paranefron.
·           Yang khas adalah, batas ;uar ginjal terlihat kabur atau lebih lebar.
·           Dengan pemeriksaan CT Scan , fraktur parenkim ginjal dapat terlihats
·           Akumulasi masif dari kontras, terutama pada ½ medial daerah perinefron, dengan parenkim ginjal yang masih intak dan nonvisualized ureter, merupakan duggan kuat terjadinya avulsi ureteropelvic junction

Grade III
·           Secara klinis pasien dalam kadaan yang tidak stabil. Kdang kadang dapat terjadi shock dan sering teraba massa pada daerah flank.dapt diertai dengan hematuria.
·           Bila pasien sudah cukup stabil, dapat dilakukan pemeriksaan IVP, dimana terlihat gangguan fungsi ekskresi baik parsial maupun total
·           Ada 2 tipe lesi pada pelvis renalis yaitu trombosis A.Renalis dan avulsi A. Renalis. Angiografi dapat memperlihtkan gambaran oklusi A.Renalis.
·           Viabilitas dari fragmen ginjal dapat dilihat secara angiografi. Arteriografi memperlihatkan 2 fragmen ginjal yang terpisah cukup jauh.fragmen yang viabel akan terlihat homogen karena masih mendapat perfusi cukup baik. Fragmen diantaranya berarti merupaka fragmen yang sudah tidak viable lagi.  

Grade IV
·           Grade IV meliputi avulsi dari ureteropelvic junction.
·           Baik IVP maupun CT Scan memeperlihatkan adanya akumulasi kontras pada derah perinefron tanpa pengisian ureter.
Sebagai kesimpulan, sampai sekarang belum ada pembatasan yang jelas kapan seorang penderita yang diduga trauma ginjal memerlukan IVP atau CT Scan sebagai pemeriksaan penunjangnya. Keputusan tersebut harus didasarkan kepada pemeriksaan manakah yang lebih tersedia.
CT San biasanya diambil sebagai pemeriksaan penunjang pertama pada psien yang mengalami trauma multiple organ intra abdomen, dan  pasien yang diduga trauma ginjal Grade III atau IV.
CT Scan berfungsi sebagai pemeriksaan kedua setelah IVP pada pasien yang pada IVP memperlihtkan gambaran kerusakan luas parenkim ginjal dan pasien yang keadaan umumnya menurun.

Terapi dan Prognosis
Lesi minor, grade 1, biasanya diobati secara konservatif. Pengobatan konservatif tersebut meliputi istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit serta sedimen urin.
Penanganan trauma ginjal grade 2 masih menimbulkan suatu kontroversi.  Penenganan secara konservatif, seperti yang dipilih oleh kebanyakan dokter, mengandalkan kemampuan normal ginjal untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Penenganan secara operatif biasanya dilakukan apabila pasien tidak memberikan respon positif terhadap pengobatan konservatif, seperti kehilangan darah yang terus bertambah, bertambah besarnya massa pada regio flank,  rasa sakit yang terus menerus dan disertai dengan adanya demam. Pengecualian dari indikasi diatas adalah oklusi pada A. Renalis ( grade 3 ). Tindakan konservatif ini dilakukan untuk menghindari dilakukannya tindakan nephrektomi. Sedangkan dokter yang memilih tindakan operatif secara dini mengemukakan bahwa finsidens terjadinya komplikasi lanjut dapat diturunkan dengan tindakan nephrektomi.
Penanganan trauma ginjal unuk grade 3,4,dan 5 memerlukan tindakan operatif berupa laparotomi.

Komplikasi
Komplikasi  awal: Perdarahan yang masiv sangat sering terjadi, terutama di retroperitoneal. Persisten retroperitoneal persisten atau gross hematuri yang berat, indikasi untuk dilakukan operasi.
Komplikasi lanjut: hypertensi, hydronephrosis, arteriovenous fistula, pembentukan calculus, dan pyelonephritis. renal atrophy dapat muncul dari vascular compromise dan dapat diditeksi dengan urography. Perdarahan yang berat dan lanjut dapat muncul setelah 1-4 minggu.



Tuberculosis paru (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang telah lama menyertai sejarah manusia. Penyakit ini dihubungkan dengan tempat tinggal urbanserta lingkungan yang padat. Penemuan TB sudah diketahui sejak penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Literatur Arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037M) menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi pada kulit. Pengobatan yang dilakukan pada masa itu hanya dengan makan-makanan yang bergizi dan menghirup udara segar. Disebutkan bahwa TB sering didapat pada usia muda (18-30 tahun) dengan tanda-tanda badan kurus dan dada yang kecil.


Diagnosis penyakit ini mulai terarah ketika Robert Koch menemukan kuman penyebabnya pada tahun 1882, dia mendapatkan semacam bakteri berbentuk batang. Ditambah lagi pada tahun 1896 Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis penyakit TB.

Sejak permulaan abad 19, insidensi penyakit tuberculosis di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Di antara yang meninggal tercatat sebagai orang-orang terkenal seperti Voltaire, Sir Walter-Scott, Frederick Chopin dll. Berbagai usaha dalam menanggulangi penyakit ini masih belum berhasil. Pada tahun 1859 Brehmen di Silesia Jerman, mendirikan sanatorium dan berhasil menyembuhkan sebagian pasiennya, hal ini dicontoh oleh berbagai negara lain.
Perkembangan ilmu mikrobiologi untuk mengidentifikasi basil tahan asam M.tuberculosis meningkatkan pengetahuan dibidang imunologi. Konsep dari acquired immunity diperlihatkan dengan pengembangan vaksin TB, Bacillus Calmette Guerin (BCG) dibuat dari strain Mycobacterium bovis, ditemukan oleh Albert Calmette dan Camille Guerin yang diberikan pertamakali pada tahun 1921.

Satu persatu obat untuk eradikasi kuman TB mulai ditemukan sejak penggunaan Streptomisin. Sejak itulah muncul penemuan obat lain seperti para aminosalisilik(PAS), isoniazid yang dilaporkan oleh Robitzek dan Selikoff pada tahun 1952. Diikuti oleh Pirazinamid, ethambutol dan rifampisin.

Walaupun pengobatan TB yang sudah efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih sepertiga penduduk dunia terinfeksi oleh bakteri TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh dunia.

Sudah sejak tahun 1950-an, Indonesia sudah melaksanakan program TB. Ada 6 obat penting dalam pengendalian TB antaralain: Isoniazid (H), paraaminosalisilic acid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin, dan Pirazinamid (P). Semenjak tahun 1994, semua pengobatan TB mengacu pada Directly Observed Treatment Short Course Strategy (DOTS) yang sudah direkomendasikan WHO. Program ini terus dipegang sampai sekarang, walaupun masih terdapat beberapa kendala seperti rendahnya penemuan kasus baru dan faktor risiko TB.

Program TB dibagi menjadi dua fase,yaitu fase inisial dan fase lanjutan. Panduan obat yang dipakai di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah: (2RHZ)/4 RH dengan varian 2 RHS/RH, 2RHZ/4R3H3, 2RHS/4R2H2. Tapi itu semua tergantung status pasien sendiri seperti tingkat keparahan, kekambuhan atau pengobatan sebelumnya yang gagal.

Sudah limapuluh tahun pengobatan dimulai, keberhasilan yang dirasakan juga meningkat. Tetapi semakin lama kuman TB menjadi kuat, resistensi terhadap antibiotika untuk TB semakin tersebar di berbagai negara. Hal ini terbukti dengan ada laporan berita dari VOA Indonesia tanggal 7 September 2012 yang berjudul “PerluPengembangan Obat TB Baru akibat Makin Banyak Kasus TB Kebal Obat”.

Peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) melaporkan adanya multi drug resisten terhadap dua obat yang sering digunakan sebagai obat lini pertama, rifampisin dan isoniazid. Namun sekarang ditemukan 6,7 persen kebal obat secara luas (XDR-TB), dimana tidak merespon sederet obat, termasuk pengobatan lini pertama, pengobatan lini kedua, seperti kuinolon dan obat suntik terbaru.

Peneliti  dari Divisi Pemberantasan TBC, Tracy Dalton, yang mengepalai penelitian ini mengungkapkan resistensi terhadap obat TB baru terdeteksi pada 44 persen penderita, dari Thailand hingga Latvia. Mudahnya mendapat obat TB baru  meningkatkan kemungkinan obat itu diminum tanpa resep dokter, sehingga bakteri TBC menjadi kurang peka terhadap obat yang lebih kuat. Prediktor terbesar tertular TB-XDR adalah pernah berobat sebelumnya.

Dalton mengemukakan pentingnya mengambil langkah-langkah segera untuk mencegah penyebaran TB-XDR, termasuk membangun fasilitas laboratorium yang lebih banyak dan lebih baik untuk menguji TBC. Jika hal ini fasilitas laboratorium sudah dapat dikembangkan diharapkan akan mengetahui status resistensi obat. Dengan penemuan ini, WHO merevisi perkiraan globat kasus TB-XDR menjadi 10 persen dari semua penderita yang didiagnosis menderita TBC resisten obat.

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor tiga sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir diperkirakan 0,24%.

 Indonesia mempunyai potensi untuk terjadinya XDR-TB karena pengobatan TB masih belum maksimal dengan banyaknya pasien terkena TB yang putus berobat dan penemuan kasus TB yang masih kurang. Disamping itu terdapat faktor risiko tertentu mengapa TB mudah menular antara lain kurangnya gizi, kemiskinan dan sanitasi yang buruk.

Penemuan kasus XDR-TB sepertinya mengharuskan pemerintah untuk memperkuat progran DOTS dan juga membangun fasilitas laboratorium untuk menguji resistensi antibiotik. Selain itu pengawas minum obat harus benar-benar dilaksanakan mengingat pasien kebanyakan putus berobat yang bisa menyebabkan resisten obat lagi.

Dunia khususnya Indonesia merupakan negeri tropis dengan segudang potensi kekayaan alam untuk pengembangan obat baru. Obat baru dibutuhkan karena mulai terdapat resistensi obat. Dengan jumlah penderita TBC di Indonesia yang tinggi, pengembangan obat sendiri menjadi pilihan alternatif yang baik demi mengobati penderita TB. Ditambah dengan jumlah penderita HIV dengan komplikasi TB, kemampuan vaksin BCG yang hanya dapat mengurangi terjadinya infeksi TB berat, mahalnya harga obat antibiotik, sudah saatnya Indonesia mengembangkan kekayaan negeri sendiri untuk pengobatan TB.