Felix Baumgartner akhirnya bisa bernafas lega setelah menuntuaskan misinya. Ia selamat tiba kembali di tanahj setelah terjun dari ketinggian lebih dari 39 kilometer dan meluncur jatuh dengan kecepatan Mach 1,24 atau 1,24 kali kecepatan suara. Wow



Menggunakan kapsul yang ditumpangi, Baumgartner lepas landas dari tempat peluncuran  di Roswell, New Mexico, Ameriksa Serikat. Dengan ditarik balon helium raksasa selama 2,5 jam, dan mencapai ketinggian 128.097 kaki atau hampir tiga kali lebih tinggi dari rencana semula.

Direkam dengan 30 kamera dar berbagai sudut dan disiarkan langsung ke seluruh dunia, Baumgartner menunjukkan kemampuannya. Brian Utey mengatakan, baumgartner jatuh dengan kecepatan 1.342,8 kilometer per jam atau 1,2 kali kecepatan suara.

Peterjun dan pilot asal Austria itu terjun bebas selama 4 menit 44 detik sebelum akhirnya membukanparasut yang berwarna merah putih pada ketinggian hanya 1,5 kilometer dari permukaan tanah dan terjun selama 9 menit 3 detik dengan parasut.

Dengan aksi yang telah dilakukannya ini setidaknya dia berhasil mengantongi tiga rekor dunia. yaitu terjun bebas tertinggi, kecepatan tertinggi saat terjun bebas dan penerbangan udara berawak tertinggi. Ia juga menjadi yang pertama yang menembus kecepatan suara tanpa bantuan pesawat atau kendaraan lain.
Penerjunan spektakular ini menarik perhatian dari seluruh dunia. sebanyak 40 stasiun televisi di 50 negara juga menayangkan penerbangan ini. Setidaknya apa yyang telah dilakukannya menjadi standar baru NASA dalam membuat baju astronot dalam penjelajahan luar angkasa masa depan.

Sumber
Kompas 20121016. Rekor Terjun. Baumgartner Selamat Menembus Mach 1,24.
Koran Seputar Indonesia 20121016. Terjun dari angkasa lapaui Kecepatan Suara

Enhanced by Zemanta




Merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologisdan berjalan kronik persisten atau reversible.
Etiologi
1.      Infeksi
2.      Kelainan heriditer atau kelainan kongenital
3.      Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4.      Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan,  atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
Patofisiologi 
Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronchial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial, sehingga alam kasus bronkiektasis sakuar, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektaksis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena. Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami infusiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
Manifestasi klinis
1.    Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan berbaring.
2.      Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek  selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3.      Batuk  yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih    200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan  kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4.      Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
Tatalaksana
a.    Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan  sensitivitas  pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke dalam regimen antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia pneumokokus.
b.    Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat infeksi. (kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi). Daerah dada yang sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu melepaskan sekresi. Drainase postural pada awalnya dilakukan untuk periode  singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
c.    Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan bronchitis. Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk meningkatkan transfort sekresi mukosiliaris.
d.   Untuk meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan tindakan aerosolized nebulizier dan dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face tent baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus tidak merokok, karena merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan aksi siliaris, meningkatkan sekresi bronchial, dan menyebabkan inflamasi membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar mukosa.
e.    Intervensi bedah, meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami penyakit pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua daerah paru yang dapat diangkat tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan tindakan pembedahan adalah untuk menjaga jaringan paru normal dan menghindari komplikasi infeksius. Semua jaringan yang sakit diangkat, sehingga fungsi paru pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu segmen lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru (pneumonnektomi). Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari lobus paru. Keuntungan utama dari tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang sehat terpelihara. Bronkografi membantu dalam menggambarkan segmen paru. Pembedahan didahului dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk mencegah komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan emfisema). Tujuan ini dicapai dengan cara drainase postural atau tergantung pada letak abses, dengan suksion langsung melalui bronkoskop. Serangkaian terapi abtibakterial mungkin diresepkan.




Penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara nafas yang tidak sepenuhnya reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun.

Epidemiologi
COPD adalah penyebab kematian keempat dan mempengaruhi 16 juta orang di Amerika Serikat. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) memperkirakan COPD akan bangkit dari keenam menjadi ketiga paling umum yang menyebabkan kematian di seluruh dunia pada tahun 2020. Laporan survei kesehatan nasional prevalensi emfisema pada 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronis pada 34 kasus per 1000 orang. Sementara tingkat emfisema sebagian besar tidak berubah sejak tahun 2000, tingkat bronkitis kronis telah menurun. Studi lain memperkirakan prevalensi 10,1% di Amerika Serikat. Prevalensi tepat COPD di seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, tetapi perkiraan telah bervariasi dari 7-19%.

Etiologi
·         Merokok
Penyebab utama COPD adalah paparan asap rokok. Secara keseluruhan, rokok tembakau menyumbang sebanyak 90% dari risiko COPD.

·         Faktor lingkungan
COPD dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok. Walaupun peran polusi udara di etiologi dari COPD tidak jelas, efeknya kecil bila dibandingkan dengan merokok. Di negara-negara berkembang, penggunaan bahan bakar biomassa dalam ruangan memasak dan Pemanas ruangan ini cenderung menjadi penyumbang utama prevalensi COPD di seluruh dunia. Lama jangka paparan polusi udara lalu lintas yang terkait dapat menjadi faktor dalam COPD pada pasien dengan diabetes dan asma.

·         Respon saluran nafas
Kecenderungan untuk peningkatan bronkokonstriksi dalam menanggapi berbagai rangsangan eksogen, termasuk methacholine dan histamin, adalah salah satu fitur yang menentukan asma.
·         Infeksi pernafasan
Ini telah dipelajari sebagai faktor risiko potensial untuk perkembangan dari COPD pada orang dewasa; infeksi saluran pernapasan masa kanak-kanak juga dinilai sebagai faktor predisposisi potensial untuk pengembangan akhir COPD.

·         Defisiensi Alpha1-antitrypsin

Alpha1-antitrypsin (AAT) adalah anggota glikoprotein keluarga protease inhibitor yang disintesis di dalam hati dan dikeluarkan dalam aliran darah. Tujuan utama 394-asam-amino, protein rantai tunggal adalah untuk menetralisir neutrofil elastase di paru-paru interstitium dan melindungi paru-paru parenchyma dari kerusakan elastolytic . kekurangan AAT parah predisposisi untuk elastolysis tanpa perlawanan dengan sequela klinis dari onset dini panacinar emfisema.

  1. Emfisema
Emfisema didefenisikan sebagai suatu pelebaran normal dari ruang - ruang udara paru disertai dengan destruksi dari dindingnya. Pelebaran ruang udara yang tidak disertai destruksi disebut  overinflasi atau hiperinflasi. Beberapa jenis emfisema :
a)  Emfisema sentrilobular termasuk kelainan pada asinus proksimal (bronkioli respiratorik), namun bila  progresif, dilatasi dan destruktif dari dinding distal alveoli juga akan terjadi. Secara khas perubahan akan lebih sering dan lebih berat dibagian atas daripada dibagian zone bawah lobus, bentuk emfisema  ini adalah penyakit yang paling dominan pada perokok.
b)  Emfisema panasinar ; terjadi pelebaran alveoli yang progresif dan duktus alveoli, serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan progresifitas dan destruktif dari dinding alveoli ini, ada  simplikasi dari struktur paru. Bila proses menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah, bentuk emfisema ini lebih sering terjadi pada wanita dewasa, walaupun perokok dapat menyebabkan bentuk dari emfisema ini, namun hubungan tersebut tidak sesering pada emfisema sentilobuler.
c)  Emfisema parasepta atau sub pleura ; biasanya terbatas pada zona sub pleura dan sepanjang septa interlobaris, yang  ditandai dengan keterlibatan asinus distal, alveoli dan kadang-kadang duktus alveoli.  Bentuk ini sering menimbulkan gelembung bula yang besar langsung di bawah pleura, dan juga dapat menimbulkan pneumotoraks pada dewasa muda. 
d)  Emfisema ireguler ; emfisema ini sering dihubungkan dengan parut paru, bentuk ini biasanya terbatas ekstensinya, karena itu hanya menyebabkan dampak yang kecil pada fungsi pernapasan.
Patogenesis
            Patogenesis emfisema bisa di jelaskan melalui 4 proses yang saling berkaitan yaitu:
·         Perekrutan sel inflamatory ke daerah ruang – ruang udara paru.Bisa di sebabkan oleh paparan asap rokok yang lama.
·         Inflamatory sel tersebut melepas elastolitik proteinase yang menghancurkan matrix ekstraseluler paru
·         Kehilangan matrix sel dapat menimbulkan apoptosis dari sel struktural paru
·         Kemudian timbul pembesaran ruang udara paru yang merupakan akibat dari ketidakefektifan perbaikan elastin ataupun matrix ekstraselular yang rusak sehingga jadilah emfisema.

2.      Bronchitis kronis
Merupakan gagguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagaibatuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut,sputum dapat berupa mukoid atau mukopurulen.

3.      Asma Bronkial
Merupakan hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan dengan manifestasi penyempitan jalan napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.

Pengobatan

Beta2-Adrenergik Agonists, aksi cepat

Beta2-agonists mengaktifkan B2-adrenergik reseptor spesifik pada permukaan sel-sel otot, yang meningkatkan intraselular siklik adenosin monofosfat (camp) dan relaksasi otot polos. Beta2-agonists menghasilkan bronchodilatasi yang lebih kecil pada COPD daripada asma. Pasien menggunakan beta2-agonists terutama untuk menghilangkan gejala COPD. Pada pasien dengan gejala ringan, berselang, pendek  beta2-agonists dianjurkan untuk menghilangkan gejala simtomatik.

Beta2-Adrenergik Agonists, aksi panjang

Beta2-agonist bronchodilators mengaktifkan beta2-adrenergik reseptor spesifik pada permukaan sel-sel otot, yang meningkatkan intraselular siklik adenosin monofosfat (camp) dan relaksasi otot polos. Pada pasien dengan gejala lebih persisten, agonist beta aksi panjang harus digunakan. Beta agonists berkelanjutan telah terbukti mencegah dyspnea nokturnal, dan meningkatkan kualitas hidup. Beta-agonists Berkelanjutan termasuk salmeterol, formoterol, arformoterol, dan indacaterol. Mereka semua memerlukan dua kali sehari-dosis, kecuali untuk indacaterol, sekali sehari.

Agen Antikolinergik

Obat-obatan anticholinergic bersaing dengan asetilkolin pada postganglionic muscarinic reseptor, sehingga menghambat secara kolinergik ditengahi bronchomotor nada, mengakibatkan bronchodilatasi. Mereka memblokir secara vagal dimediasi refleks busur yang menyebabkan bronkokonstriksi. Manfaat klinis diperoleh melalui penurunan latihan-menginduksi hiperinflasi dinamis. Agen ini buruk diserap secara sistemik dan relatif aman. Dilaporkan efek termasuk mulut kering, rasa logam, dan gejala prostatic.

Turunan Xantine
Turunan Xantine seperti theopiline melemaskan otot-otot polos bronkus dan pembuluh darah paru-paru. Inhibisi phosphodiesterase oleh agen ini menyebabkan peningkatan siklik adenosin monofosfat (camp), menyebabkan relaksasi otot-otot polos berhubungan dgn cabang tenggorokan.

Bronkodilator
Secara umum, bronchodilators digunakan untuk manfaat gejala pada pasien dengan COPD. Rute inhalasi lebih disukai untuk penggunaan obat sebagai insiden efek samping lebih rendah daripada yang dilihat dengan menggunakan obat parenteral.

Oksigen
Tambahan O2 adalah satu-satunya terapi yang ditunjukkan untuk mengurangi angka kematian pada pasien dengan COPD. Untuk pasien dengan resting hypoxemia meskipun merugikan (resting saturasi O2  88% atau  90% dengan tanda-tanda hipertensi paru-paru atau jantung kanan), penggunaan O2 telah dibuktikan memiliki dampak signifikan pada kematian.

Antibiotik
Pasien dengan COPD sering dikoloni oleh patogen-patogen pernapasan yang potensial dan hal ini sering sulit untuk mengidentifikasi meyakinkan spesies tertentu bakteri yang bertanggung jawab untuk kejadian klinis tertentu. Bakteri sering terlibat dalam COPD exacerbations termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan yang Moraxella catarrhalis. Di samping itu, Mycoplasma pneumoniae atau Chlamydia pneumoniae ditemukan dalam 5-10% dari exacerbations. Pilihan antibiotik harus didasarkan pada pola-pola lokal antibiotik kerentanan patogen di atas, serta kondisi klinis pasien. Kebanyakan praktisi memperlakukan pasien dengan exacerbations moderat atau berat dengan antibiotik, bahkan dalam ketiadaan data patogen spesifik.

Glukokortikoid oral
Penggunaan steroid oral dalam perawatan akut exacerbations secara luas diterima dan direkomendasikan, mengingat keampuhan mereka tinggi. Perhatikan bahwa steroid oral tidak efektif dalam mengobati COPD exacerbations karena mereka dalam mengobati asma bronchial exacerbations.


Transplantasi paru
Transplantasi paru dilakukan hanya di pusat-pusat perawatan terpilih tersier di seluruh dunia. Pasien dengan COPD adalah kategori tunggal terbesar dari pasien yang menjalani prosedur. Ketika mengevaluasi kandidat potensial, beberapa faktor yang perlu diperhitungkan, termasuk symptomatology, comorbid kondisi dan diproyeksikan kelangsungan hidup tanpa transplantasi (misalnya, indeks BODE  > 5). Secara umum, kebanyakan pusat menetapkan batas usia 65 tahun. Kelangsungan hidup rata-rata setelah transplantasi paru-paru adalah 5 tahun. Kelangsungan hidup pada 1 tahun adalah 80-90%. Tujuan utama dari transplantasi paru adalah untuk meningkatkan symptomatology dan kualitas hidup.



Sebenarnya tulisan ini untuk saya kirim di Kompas, tetapi karena tidak diterima minggu lalu, maka lebih baik mengisi blog saya daripada nganggur. Maaf ya, soalnya juga lagi malas nulis, ditambah ada ujian yang mendekati juga. Langsung sajalah.

Kuliah bukanlah hal istemewa bagi orang yang tinggal di kota besar. Akan tetapi bagi orang yang tinggal di daerah yang jauh dari kota besar, kuliah bisa menjadi barang yang langka. Tidak salah jika kemudian banyak orangtua menyekolahkan anaknya di kota besar.

Karena berbagai alasan mahasiswa yang sudah lulus tidak segera kembali ke daerahnya masing-masing. Tentu ini akan menjadi masalah baru. Bagi kota besar, arus urbanisasi menjadi masalah yang kompleks. Bagi daerah, berarti kehilangan intelek muda yang diharapkan membawa perubahan. Ini berarti kehilangan besar potensi SDM yang diharapkan mampu membangun daerah.

Bagaimanapun mahasiswa adalah agen perubahan. Diperlukan intelek muda yang diharapkan menjadi agen perubahan di kampung halaman masing-masing. Hanya kesadaran diri dan peran orangtua yang dapat mendorong mahasiswa untuk berkarya dikampung halaman masing-masing. Bagaimanapun juga kampung halaman tentu mempunyai potensi besar, jika mahasiswa mempunyai keinginan untuk mengubahnya. Jika kesadaran diri mahasiswa ditumbuhkan, tentu ilmu yang dipelajari di kampus akan dipergunakan  untuk membangun daerah ke arah yang lebih baik. Bagaimanapun juga, tentu masyarakat berharap jika putra putri daerahnya sendiri yang menjadi agen perubahan.

Mau jadi apa jika putra putri daerah justru bekerja dan mengabdi pada daerah lain, sedangkan daerah sendiri terbengkalai. Sumber daya alam di kampung halaman tidak dimanfaatkan oleh daerah sendiri dan justru dibawa keluar. Tentu hanya intelek muda yang bisa mengubah hal ini.