Setiap hari mahluk hidup menghasilkan sampah, terlebih pada manusia. Manusia dikenal sebagai  mahluk yang paling besar menghasilkan sampah hingga abad 21 ini. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemententerian Lingkungan Hidup, rata-rata setiap orang perhari di Indonesia menghasilkan 0,8 kg samapah, dan 15 persen diantaranya adalah sampah plastik. Memang tidak ada  yang bisa menunjukkan berapa angka pasti, tapi kalau dilihat dari data Kementrian Lingkungan Hidup, hal ini merupakan jumlah yang besar menurut saya.

Memang sampah menjadi problema tersendiri setiap rumah tangga. Apalagi jika terjadi di kota besar, dimana rata-rata orang kota menghasilkan 0,6 kg sampah sedangkan orang desa kurang dari separuhnya. Gaya hidup serba modern ditambah penggunaan peralatan elektronik setiap hari menambah buangansampah baik industri maupun ke lingkungan. Adakah cara bagi kita sebagai manusia, untuk turut serta andil bagian dari penyelamatan lingkungan dari sampah? Apa benar kita hanyalah mahluk yang hanya bisa menyumbang sampah dilingkungan tanpa punya peran untuk melestarikan alam dari sampah?

Semua tergantung bagaimana kita menyikapi peran sebagai manusia sendiri. Memang setiap hari kita mengeluarkan hasil buangan atau sampah kelingkungan sekitar tempat tinggal. Terkadang kita miris mendengar berbagai masalah lingkungan yang diakibatkan oleh membludaknya sampah. Sebagai contoh, tiap tahun ibukota negara kita Jakarta selalu terendam banjir, dan salah satu penyebabnya adalah sampah yang selalu menumpuk di sungai. Salahkah sungai sehingga harus menerima buangan sampah dari manusia?

Sejak dulu sungai adalah sumber penghidupan. Tanpa air tidak ada mahluk yang dapat hidup. Ahli antariksa pun berkata demikian, mereka mencari tanda kehidupan diluar bumi berupa air. Sejak zaman dulu manusia membangun peradaban yang maju di dekat sungai. Sungai menjadi temapt utama melakukan aktivitas mulai dari perdagangan hingga kebutuhan dapur. Kerajaan Sriwijaya misalnya mencapai puncak kejayaanya karena dibangun di pinggir sungai, dan mulai runtuh karena terjadinya pengendapan sungai Musi. Coba bayangkan andai Kota Jakarta terjadi pengendapan karena sampah plastik, banjir tiada henti akan terus melanda kota metropolitan ini.

Banyak efek buruk yang diakibatkan pembuangan sampah plastik di sungai. Selain banjir terdapat berbagai hal yang membahyakan ekosistim sungai. Dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh akitivis pecinta lingkungan, didapatkan burung yang mati karena memakan sampah  plastik. Sampai di daerah mangrove pun, sampah plastik terjebak diantara akar tanaman mangrove sehingga tidak mampu bernafas. Memang hal paling mudah adalah membuang sampah plastik di sungai, dan berharap sungai akan membawanya pergi. Akan tetapi, betapa kita akan menyesal, ketika musibah akibat sampah yang kita buang itu datang menghampiri kita.Manusia akan menerima getahnya sendiri.

Terkadang cara termudah bagi orang yang tidak dekat dengan sungai adalah dengan cara membakarnya. Toh akhirnya berdampak buruk bagi kita juga. Plastik mengandung ikatan hidrokarbon. Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain membentuk ikatan baru yang disebut polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) yang banyak terdapat didaerah industri dan daerah padat lalu lintas. Ikatan PAH di dalam paru-paru bisa merangsang tumbuhnya sel kanker. Mau coba?

Di zaman yang modern ini mulai muncul upaya untuk membuat plastik yang ramah lingkungan. Rekayasa penggantian plastik menjadi bahan yang ramah lingkungan sudah ditempuh, yaitu dengan produksi bioplastik. Sampah bioplastik ditanah akan dimakan mikroorganisme dan hancur dalam beberapa bulan. Tentu hal ini merupakan harapan besar bagi pecinta lingkungan dan pemerintah dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Sayangnya biaya pembuatan bioplastik lebih mahal daripada plastik konvensional sekitar empat sampai 6 kali lipat. Tapi dengan kemajuan teknologi saat ini  tentu orang akan berharap bioplastik yang murah segera direalisasikan.


Cara yang paling mudah untuk mengatasi banyaknya plastik adalah dengan cara menggunakannya berkali-kali. Selalu membawa plastik sendiri ketika berbelanja merupakan salah satu langkah utama mengatasi persoalan sampah plastik. Plastik yang sudah dikumpulkan bisa dijual ke pemulung dan daur ulang mungkin menjadi profit tersendiri bagi rumah tangga. Hal ini lebih baik daripada membuangnya ke sungai atau membakarnya.

Merupakan harapan semua orang jika kota yang ditempati bebas dari banjir akibat sampah. Tidak hanya membuangnya ke sungai tetapi dapat mengelola secara optimal dan mendukung tekonologi bioplastik. Tentu harapannya sungai-sungai di Indonesia tidak bernasib sama dengan sungai ciliwung. Sungai menjadi bersih, bebas sampah dan banjir, ekosistem sungai pun terjaga. Kelak anak cucu kita akan  mewarisi itu semua.