Sekitar sepuluh tahun yang lalu, rumah baru keluarga kami selesai dibangun. Keluarga kami juga membangun kolam ikan sebagai hobi dan hiasan. Saya dan kakak saya suka memelihara ikan hias termasuk tanaman hias air yang mengapung diatasnya. Terasa menarik, dilain pihak tanaman hias air dapat menggunakan pupuk yang berasal dari kotoran si ikan. Si ikan juga mendapat manfaat yang sedemikian besar dengan mendapat pasokan oksigen dan makanan yang berasal dari tanaman air tersebut. Maka terjadilah simbiosis mutualisme antara keduanya.


Sayangnya hal serupa tidak terjadi di selokan. Tahu alasannya?

Tidak ada tanaman air disana, yang mau menguraikan sampah sisa manusia. Tanaman kena air sabun saja kemungkinan besar mati, apalagi hanyalah tanaman air. Walaupun usia kami masih remaja, terkadang kami berpikir keras, soalnya bapak merupakan bekerja di bidang kesehatan lingkungan. Tentu kami tidak akan membiarkan bau air selokan menguap begitu saja ke kamar kami.

Otak kami berputar-putar, mencoba mencari ide kreatif terhadap masalah sepele ini layaknya detektif. Selidik-selidik, coba lihat tanaman air yang ada di kolam. Ada dua jenis tanaman air yang ada dikolam lele saya. Tanaman hias apu-apu dan eceng gondok yang dianggap sebagai gulma.

Pilihan pertama kami jatuh pada eceng gondok. Bukan karena saya jatuh cinta pada bunganya yang indah dan dinikmati dalam sehari, tetapi kemampuannya menyerap polutan berbahaya di air. Air selokan kami hanya nampak seperti kolam kecil yang mungkin hanya untuk tempat berenang katak. Tidak cocok dihuni ikan. Dinding dan dasarnya terbuat dari tanah yang memungkinkan tanah mampu menyerap air yang berasal dari kola ini.

Akhirnya kami memutuskan untuk menanam  tiga tanaman eceng gondok kekolam ini. Tentu tidak bersusah payah menggali selokan ini, karena eceng gondok merupakan tanaman air yang mengapung. Akarnya dapat mencari sendiri nutrisi yang berasal dari air.




Baru kemudian sekarang ini baru sadar kalau apa yang kami berdua lakukan disebut sebagai Ecotech Garden. Ecotech Garden (EGA) diterapkan sejak tahun 2005, dari sumber pustaka Puslitbang Sumber Daya Air Kementrian PU dilakukan dengan membelokkan aliran selokan yang tercemar grey water ke salah satu pekarangan dan menanaminya dengan aneka tanaman hias air. Ide yang sama dengan kami punya ternyata.

Apa itu Grey Water?
Grey Water itu sama saja disebut air comberan, selokan atau macam-macam istilah untuk menyebut namanya. Grey water terbentuk karena terjadi dekomposisi zat organik yang memerlukan oksigen terlarut, sehingga dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air limbah, ditandai dengan air limbah kehitaman, berbusa dan berbau busuk.

Penerapan Ecotech Garden?
Penerapan EGA pernah dilakukan di Komplek Perumahan Bumi Asri Padasuka pada tahun 2005. Bertujuan untuk megolah air selokan (grey water) sekaligus memberi kesan dekoratif dalam bentuk tanaman hias air dirumah. Penjelasan lebih lanjut diterangkan di poin dibawah ini.

Keuntungan Ecotech Garden?
Sebagai estetika, memperindah rumah lewat tanaman air.
Mengurangi pencemaran sungai, karena zat-zat tercemar seperti BOD, total-N dan total P diserap oleh tanaman.
Dapat menurunkan bau, dengan indicator kadar ammonia sebesar 50%
Tidak memerlukan biaya operasional yang mahal karena pengaliran air kotor menggunakan gaya gravitasi, tanpa bantuan pompa.
Dapat menambah pendapatan dari penjualan bibit bunga yang dihasilkan.
Air sisa olahan dapat digunakan kembali, salah satunya untuk mengairi kolam ikan.
Tanaman air yang digunakan pun beraneka, tidak harus membeli yang mahal. Saya sendiri memakai eceng gondok dan apu-apu. Ketika tanaman mulai tumbuh banyak, saya berikan ke ikan lele dan disadari atau tidak ternyata ikan-ikan tersebut menyukainya.

Bagaimana prinsip kerjanya?
Seperti yang saya kutip dari puslibang sumber daya air EGA memanfaatkan kerja Rizosphere (perakaran tanaman). Dimana perakaran tanaman mendapat pasokan oksigen dari dari daun yang nantinya mampu  untuk meningkatkan mikroorganisme sekitar 10-100 kali lebih banyak. Tentu hal ini membantu menyerap bahan cemar dari air limbah yang diolah. Artikel web ini juga menyebutkan terdapat berbagai unsur pencemar dalam air selokan:
BOD air limbah diturunkan melalui proses oksidasi dan reduksi
Ammonium (NH4N), dioksifasi oleh bakteri autotroph pada rizosphere menjadi nitrat kemudian nitrit, hingga akhirnya diubah menjadi gas N2.
Fosfat diikat oleh keloid Fe, Ca dan Al yang ada dalam tanah pada kondisi terdapat oksigen, oksidasi oleh rizosphere dapat mengurangi keracunan tumbuhan akibat gas H2S dan mengurangi Fe dan Mn dari limbah.

Ternyata saya lebih dulu menerapkan teknologi Ecotech Garden ini. Walau belum dinamai, dan dipublikasikan. Maklum anak umur 10 tahun belum tahu apa-apa mengenai dunia sains secara teoritikal yang luas. Yang di tahu Cuma mencoba memberikan eceng gondok di saluran pembuangan, supaya baunya tidak menyebar kemana-mana. Dan juga agar lele yang dibeli di pasar tidak mati karena kebanyakan polusi di air yang cukup beringas. 

Harapan saya adalah semoga prinsip yang diterapkan dalam Ecotech Garden dapat dikenal masyarakat luas. Kalau kakak beradik umur 10 tahun saja tahu, apalagi orang dewasa. Dan kalau masih ada orang dewasa yang menyalurkan air comberannya di sungai, itu namanya malu-maluin. Termasuk tetangga saya sebelah hehe.

Sekian, terimakasih dan sampai jumpa.

Sumber:
 http://litbang.pu.go.id/ega-ecotech-garden.balitbang.pu.go.id