1. I. Mengetahui Mekanisme Apoptosis.
Apoptosis merupakan suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan pagositosis sel tersebut oleh sel tetangganya, serta merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan demikian memelihara agar fungsi jaringan normal (Bimantara, 2009). Secara kronologis tahapan yang terjadi adalah yang pertama fragmentasi DNA, selanjutnya penyusutan dari sitoplasma, perubahan pada membran, yang terakhir kematian sel tanpa lisis atau tanpa merusak kematian sel tetangga (Anonim, 2009 (b)).
Mekanisme terjadinya Apoptosis adalah akibat dikatifkannya beberapa sinyal yang mencetuskan kematian, berkisar dari kurangnya faktor atau hormon pertumbuhan, sampai interaksi Ligand –reseptor positif dan agent-agent lesi spesifik sebagai tambahan ada koordinasi tapi sering pula ada hubungan yang berlawanan antara pertumbuhan sel dan apoptosis sebenarnya.
  1. Peran aktivitas
Mekanisme terjadinya apopotosis untuk tiap sel berbeda-beda. Aktivasi mekanisme apoptosis untuk tiap sel tertentu disebabkan oleh aktivitas yang berbeda-beda pula.
  1. Kadar ion kalsium
Apabila terjadi aktivitas stimulus terhadap sel dan aktivitas apoptosis , akan terjadi peningkatan kadar ion Ca++ didalam inti sel. Ion Ca++ ini mengaktifkan enzim Kalsium dependen Nuklear Indo Nuklease yang terdiri dari Endonoklease, Protease Transglutaminase.
  1. Reseptor Makrofag.
Proses Fagositosis terhadap apoptotic bodies atau sel lain ditentukan oleh reseptor yang ada di permukaan makrofag atau sel fagosit tersebut: contoh sel makrofag yang mengandung viktonektin reseptor, suatu beta 3 integrin, memudahkan fagositas apoptotic netropil.
  1. Regulasi genetik
Beberapa gen bila distimulasi akan menyebabkan apoptosis, seperti Heta shock protein dan proto onkogen. Tetapi stimulasi gen ini tidak berhubungan langsung dengan proses mulainya apoptosis (Bimantara, 2009).
Fragmentasi inti DNA yang cepat dan teratur sudah sejak lama dianggap pertanda utama dari apoptosis. Sinyal apoptosis dapat berasal dari luar maupun dari dalam sel. Dari luar sel, sinyal apoptosis dibawa oleh Sel T, yaitu protein Fas atau sinyal kematian lainnya misalnya protein Tumor Necrosis Factor (TNF). Bila protein-protein tersebut berikatan dengan masing-masing reseptornya, maka proses apoptosis dimulai. Sinyal apoptosis tersebut ditangkap oleh death domain yang teraktivasi oleh kehadiran Fas dan TNF. Sebelum dilanjutkan, apoptosis diyakinkan kembali untuk diteruskan atau dihambat melalui mekanisme seleksi oleh protein FLIP (Flice/caspase-8 inhibitory protein). Ekspresi yang berlebihan dari FLIP, akan menyebabkan proses apoptosis terhenti. FLIP inilah sebagai penyeleksi awal dan memastikan apakah sel layak atau tidak. Model penghambatan apoptosis melalui mekanisme FLIP terjadi pada apoptosis ekstrinsik yaitu mekanisme apoptosis dengan sinyal kematian berasal dari luar sel. Bila ekspresi FLIP rendah, maka sinyal kematian akan diteruskan oleh mediator apoptosis selanjutnya yaitu caspase-8.
Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kondisi sel. Beberapa protein dapat terekspresi pada kondisi lingkungan yang ekstrem. Protein Bax, yang merupakan anggota keluarga protein Bcl-2, merupakan protein pembawa sinyal apoptosis dari dalam sel. Ekspresi yang berlebihan dari Bax dalam sitoplasma, dapat menyebabkan membran mitokondria berlubang. Mitokondria adalah organ sel yang berfungsi sebagai tempat pembangkit energi sel. Rusaknya membran mitokondria menyebabkan sel kehilangan energi dan salah satu protein terpenting di dalamnya, yaitu cytochrome C lepas menuju sitoplasma. Sebelum Bax merangsek membran mitokondria, kerja protein tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu dari protein Bcl-2. Bila tidak mengantongi izin, maka ekspresi protein Bcl-2 akan meningkat dan mendesak keberadaan protein Bax sehingga apoptosis tidak terjadi. Kehadiran cytochrome C di dalam sitoplasma dapat menyebabkan teraktivasinya protein Apaf-1, yang nantinya bersama-sama dengan caspase-9 akan melanjutkan perjalan akhir dari sinyal kematian. Mekanisme tersebut merupakan bagian dari jalur apoptosis intrinsik, yang dilihat dari asal sinyal kematian yaitu dari dalam sel. Perjalanan akhir sinyal apoptosis, akan dieksekusi oleh salah satu anggota keluarga protein caspase, yaitu caspase-3. Bila sinyal apoptosis sudah mencapai caspase-3, maka kepastian dari apoptosis sudah final. Caspase-3 akan memotong-motong protein histon yang berfungsi mengikat rangkaian DNA, menjadi beberapa bagian. Salah satu ciri khas dari sel yang mengalami apoptosis yaitu bentuk sel menjadi bulatan-bulatan kecil. Berbeda dengan kematian sel akibat nekrosis yang berbentuk tidak beraturan, bentuk bulatan-bulatan kecil ini dimaksudkan untuk memudahkan dan meringankan tugas makrofage yang berfungsi sebagai pencerna sel yang mati akibat apoptosis dan diangkut menuju sistem pembuangan (Anonim, 2009 (d)).
Jika dilihat secara morfologi melalui mikroskop proses apoptosis akan terlihat beberapa tahapan yaitu
  1. Pengerutan sel
Sel berukuran lebih kecil , sitoplasmanya padat, meskipun organella masih normal tetapi tampak padat.
  1. Kondensasi Kromatin (piknotik)
Ini gambaran apoptosis yang paling khas. Kromatin mengalami agregasi diperifer dibawah selaput dinding inti menjadi massa padat yang terbatas dalam berbagai bentuk dan ukuran. Intinya sendiri dapat pecah membentuk 2 fragmen atau lebih ( karyorhexis)
  1. Pembentukan tonjolan sitoplasma dan apoptosis.
Sel apoptotik mula-mula menunjukkan “blebbing” permukaan yang luas kemudian mengalami fragmentasi menjadi sejumlah badan apoptosis yang berikatan dengan membran yang disusun oleh sitoplasma dan organella padat atau tanpa fragmen inti.
  1. Fagositosis badan Apoptosis
Badan apoptosis ini akan difagotosis oleh sel-sel sehat disekitarnya, baik sel-sel parenkim maupun makropag. Badan apoptosis dapat didegradasi di dalam lisosom dan sel-sel yang berdekatan bermigrasi atau berproliferasi untuk menggantikan ruangan sebelumnya diisi oleh sel apoptosis yang hilang (Bimantara, 2009).
Sedangkan fungsi dari apoptosis sendiri adalah
  1. Sebagai respon stress atau kerusakan DNA
  2. Sebagai upaya menjaga kestabilan jumlah sel
  3. Mekanisme penghancuran sel-sel yang tidak berguna
  4. Sebagai bagian dari pertumbuhan
  5. Regulasi sitem Imun (Anonim, 2009 (c)).
  1. II. Mengetahui Proses Nekrosis dan Degenerasi ditingkat sel.
Nekrosis merupakan sebuah kematian sel yang terjadi secara tidak alami. Tahapan dari kronologis nekrosis adalah sebagai berikut :
  1. pembengkakan sel
  2. digesti kromatin
  3. rusaknya membran (plasma dan organel)
  4. hidrolisis DNA
  5. vakuolasi oleh Retikulum Endoplasma
  6. penghancuran organel
  7. lisis sel (Anonim, 2009 (b)).
Nekrosis umumnya disebabkan oleh faktor dari luar secara langsung. Misalnya kematian sel dikarenakan kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif atau keracunan zat kimia. Tanpa adanya tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis (Anonim, 2009 (d)). Macam –macam dari nekrosis daiantaranya adalah
  1. Nekrosis koagulativa : Nekrosis yang disebabkan oleh koagulasi dari protein sel, ini merupakan nekrosis structural.
  2. Nekrosis lemak : merupakan trauma dari jaringan lemak
  3. Nekrosis gangrenosa : merupakan nekrosis iskemik yang disebabakan oleh kuman
  4. Nekrosis fibrinoid : merupakan nekrosis yang disebabkan oleh timbunan fibrin.
Sedangkan untuk degenerasi sel ada beberapa macam diantaranya adalah
  1. Degenerasi lemak : merupakan akumulasi lemak didalam sel, jadi pada sel berisi bercak lemak kecil netral. dan terjadi infiltrasi lemak.
  2. Degenerasi hialin : terjadi perubahan sel yang eosinofilik dan homogeny.
  3. Degenerasi mukoid : Merupakan akumulasi mukopolisakarida didalam sel.  Inti sel akan terdesak ke tepi.
  4. Degenerasi Zenker : Meruakan gangguan yang disebabkan oleh akumulasi asam laktit di dalam sel.
  5. Degenerasi amilod : Merupakan gangguan akibat timbunan amiloid. dan sering disebit gangguan ini penyakit amiloidosis (Anonim, 2009 (j)).
  6. III. Mengetahui Susunan Membran Inti.
Membran pada nucleus berjumlah rangkap yaitu luar dan dalam. Membran pada nucleus juga berlubang-lubang atau disebut porus nucleus. Porus ini berperan sebagai pintu keluar produk-produk yang disintesis nucleus ke dalam sitoplasma  (Pranowo, 2002). Porus nucleus ini terbentuk akibat menyatunya dwilapis lipid dari selaput nukleoplasma dan selaput sitosol, jumlah porus ini sekitar 10 % dari luas permukaan. Jika dilihat lebih detail membran inti terdiri dari dua lembar selaput yang saling berimpitan Lembaran sebelah dalam disebut selaput nukleoplasma sedangkan lembaran luar disebut selaput sitosol. Kedua lembaran tersebut dipisahkan oleh ruangan sempit yang disebut perinukleus.
Pada selaput nukleoplasma membran berlapiskan anyaman yang terbuat dari filament intermedia yang pada mamalia terdiri dari tiga (3) protein yaitu lamina A,B,C. Anyaman filament ini disebut lamina nucleus. Protein lamina ini berikatan dengan protein integral maupun perifer dari selaput dalam. Protein-protein lamina ini juga berikatan dengan benang-benang halus yang disebut kromatin. Sedangkan pada selaput sitosol nucleus berhubungan langsung dengan reticulum endoplasma. Selaput ini penuh dipenuhi dengan ribosom. Pada permukaan selaput ini juga terjulur filament-filamen yang sebagian akan menempel dan berikatan dengan membrane organela lain (Marianti, 2007). Satu lagi yang harus kita ketahui bahwasannya pada membran ini juga mengandung beberapa enzim diantaranya adalah sitokrom, transferase, dan glukosa-6-fosfatase.
(Anonim, 2009 (i))
  1. IV. Mengetahui Mekanisme Pengaturan oleh Nukleus Terhadap Organela.
Nukleus merupakan pusat pengaturan sel. Nukleus mengandung DNA, yang disebut dengan gen. Gem ini menentukan karakteristik protein sel, termasuk enzim-enzim sitoplasma yang mengatur aktivitas sitoplasma (Guyton, 2007).
DNA pada nucleus juga membentuk RNA, dan RNA ini mempunyai fungsi yaitu :
  1. Messenger RNA (mRNA), berfungsi membawa kode genetik ke sitoplasma untuk mengatur sintesa protein
  2. 2.Transfer RNA (tRNA) untuk transport asam amino menuju ribosom untuk digunakan menyusun molekul protein
  3. 3.Ribosomal RNA (rRNA) untuk membentuk ribosom bersama dengan 75 protein lainnya (Anonim, 2009 (h)).
Sedangkan untuk tiap organela diantaranya adalah RE, badan golgi, lisosom dan vakuola akan membentuk sebuah sistem, yang dinamakan sistem endomembran.
  1. V. Mengetahui Proses Fagositosis di Lisosom.
Proses fagositosis di lisosom merupkan fungsi dari lisosom itu sendiri. Jika dicari pengertiannya maka fagositosis merupakan proses pemasukan partikel berukuran besar dan mikroorganisme seperti bakteri dan virus ke dalam sel. Kalau dilihat dari prosesnya adalah pertama membran akan membungkus partikel atau mikroorganisme dan membentuk fagosom. Kemudian, fagosom akan berfusi dengan enzim hidrolitik dari trans Golgi dan berkembang menjadi lisosom. Sebenarnya fagositosism bukan merupakan satu-satunya fungsi dari lisosom itu sendiri, fungsi dari lisosom sebanarnya ada tiga yaitu fagositosis, endositosis, dan autofagi atau proses pembuangan dan degradasi bagian sel sendiri, seperti organel yang tidak berfungsi lagi (Anonim, 2009 (a)). Jika dilihat dari prosenya adalah sebagai berikut
  1. Resepor-reseptor membran sel melekat pada permukaan ligan partikel
  2. Tepi mebaran diluar sekitar tempat perlekatan mengalami evaginasi ke luardan mengelilingi seluruh partikel. Secara bertahap lebih banyak reseptor membran yang melekat pada membran partikel. semua terjadi tiba-tiba untuk membentuk vesikel fagositik.
  3. Aktin dan fibril dalam sitoplasma mengelilingi vesikel fagositik dan berkontraksi diluarnya untuk mendorong vesikel ke bagian dalam.
  4. Protein kontraktil kemudian akan memeras vesikel dan mendorongya ke lam bagian dalam sel (Guyton, 1997).
  1. VI. Mengetahui Proses Diferensiasi dan Modifikasi sel.
Diferensiasi sel merupakan proses pematangan suatu sel menjadi sel yang spesifik dan fungsional, terletak pada posisi tertentu di dalam jaringan, dan mendukung fisiologis hewan. Misalnya, sebuah stem cell mampu berdiferensiasi menjadi sel kulit (Anonim, 2009 (e)). Proses diferensiasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah protein atau hormone. Jadi faktor-faktor ini nanti akan berinteraksi dengan reseptor. Setelah berinteraksi dengan reseptor, maka faktor-faktor ini akan mengeluarkan intracellular signal,  signal-signal tersebut selanjutnya akan melakukan tugas dalam diferensiasi  atau signal-signal tersebut masuk ke dalam nucleus dan berinteraksi dengan kromosom. Contohnya BMP4 (Bone morphogenetic protein 4). Jika BMP4 bereaksi dengan reseptornya, maka akan terjadi differensiasi ectoderm dan membentuk aspek ventral (perut). Namun jika BMP4 dipertemukan dengan inhibitornya misalnya Chordin (polypeptid), maka bukannya BMP4 akan menghasilkan signal untuk membentuk aspek ventral, namun dia akan menstimulasi dorsalisasi dan spinal cord akan terbentuk. Jadi, differensiasi sebuah sel sangat dipengaruhi oleh faktor-faktornya, dan juga inhibitornya (Anonim, 2009 (f)).
Sedangkan untuk modifikasi sel merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Diferensiasi sel dan modifikasi sel keduanya ditentukan oleh genom (Anonim, 2009 (e)).
  1. VII. Mengetahui Hubungan Nekrosis, Apoptosis, dan Degenerasi dengan Kerja Organela Prokariotik dan Eukariotik.
Hubungan nekrosis denagan kerja organela didalam sel jelas berpengaruh, pengaruh nekrosis sendiri terhadap sel banyak antara lain sel akan membengkak, pembersihan debris oleh sistem imun sulit, sel yang sekarat tidak dihancurkan oleh fagosit atau sistem imun, sehingga dapat merusak sel tetangga (inflamasi). Sedangakan untuk apoptosis yang merupakan kematian sel yang terprogam jadi sel tetap ukurannya, pembersiahan debris berlangsung cepat, sel sekarat langsung ditelan fagosit karena ada sinyal, dan tidak menganggu atau merusak sel tetangga (Anonim, 2009 (b)). Sel yang mengalami apoptosis terlihat menciut, dan akan membentuk badan apoptosis. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis akan terlihat membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Sel yang mengalami apoptosis lisosomnya utuh, sedangkan sel yang mengalami nekrosis terjadi kebocoran lisosom. Dengan mikroskop akan terlihat kromatin sel yang mengalami apoptosis terlihat bertambah kompak dan membentuk massa padat yang uniform. Sedangkan sel yang mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terjadi agregasi (Gavrielli, 1992).
  1. VIII. Mengetahui Pengganti Organela yang Tidak Terdapat Pada Sel Prokariotik.
Pada sel prokariotik terdapat mesosom atau khondrioid yang mempunyai fungsi seperti mitokondria pada sel eukariotik. Membran plasma sel-sel prokariotik juga membentuk lipatan – liptan kea rah sitosol, strukturnya seperti lembaran-lembaran halus di sepanjang permukaan membran bagian dalam, yang disebut dengan lamella sitomembran atau membran fotosintetik karena mengandung pigmen fotosintetik, sedangkan pada bakteri disebut dengan khromatofor.
Pada bagian dalam membran plasma terdapat sitoplasma, ribosom dan nukleoid. Sitoplasma dapat mengndung vakuola yang yang banyak mengandung gula komplek atau bahan-bahan organic. Ribosom fungsinya sama yaitu tempat sintesis protein. Sedangkan untuk nukleoid merupakan daerah inti yang jernih yang terdapat kromosom yang dibentuk dari molekul DNA satu untai yang sirkuler dan mengandung informasi genetik (Marianti, 2007)
Padas sel prokariotik juga terdapat flagellum (jamak flagella) pada beberapa jenis bakteri (basilus dan spirilus). Tersusun dari protein flagalin yang berfungsi untuk pergerakan. Selain  terdapat flagellum, sel prokarioti juga terdapat pili atau fimbriae yang berukuran lebih kecil dan lebih pendek dari flagel. Pili hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Dijumpai pada bakteri yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Organel ini mempunyai fungsi untuk melekatkan diri pada jaringan hewan atau tumbuhan yang merupakan sumber nutriennya (Anonim, 2009 (g)).


Leave a Reply