Persalinan merupakan proses dimana bayi dilahirkan. Dokter biasanya menghitung masa gestation atau masa kehamilan, selama 280 hari atau 40 minggu dari periode menstruasi yang terahir sampai tanggal kelahiran bayi. Pada bulan-bulan terahir masa kehamilan, uterus menjadi lebih mudah teriritasi dan biasanya sesekali menunjukkan kontraksi dan kontraksi ini akan mnejadi semakin kuat dan lebih sering terjadi sampai persalinan terinisiasi. Serviks secara berangsur-angsur mulai berdilatasi dan kontraksi uterus yang kuat akan membantu pengeluaran bayi dari uterus melalui vagina. Sebelum pengeluaran bayi dari uterus, kantong amnion akan rupture dan amnion fluid akan mengalir keluar melalui vagina.
            Labor merupakan periode dimana terjadi kontraksi dan menyebabkan pengeluaran janin dari uterus. Terjadi melalui tiga tahapan:
1.     First stage. Tahap pertama dimulai dengan dimulainya kontraksi uterus secara bertahap dan memanjang sampai serviks berdilatasi sampai diameternya sesuai dengan kepala fetus. Tahap ini biasanya berlangsung selama 8-24 jam, tetapi tahap ini bisa lebih pendek pada beberapa wanita yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu kali. Normalnya, kepala fetus berada diposisi inferior di dalam pelvis wanita selama proses labor. Kepalanya bertindak sebagai pendorong yang akan membuka serviks dan vagina untuk terbuka selama kontraksi uterus menekan fetus.
2.    Second stage. Tahap kedua berlangsung selama dilatasi maksimal serviks sampai bayinya melewati vagina. Tahap ini bisa berlangsung dalam hitungan menit atau jam. Selama dalam tahap ini, kontraksi dari otot-otot abdomen akan membantu dari kontraksi uterus. Kontraksi ini menyebabkan tekanan yang cukup untuk menekan pembuluh darah yang terdapat di plasenta dan akan menyebabkan aliran darah menuju fetus terhenti. Selama periode relaksasi, aliran darah yang menuju ke plasenta dimulai lagi. 

3.    Third stage. Pada tahap ini terjadi pengeluaran plasenta dari uterus. Kontraksi yang berasal dari uterus menyebabkan plasenta terlepas dari dinding uterus. Pada tahap ini biasanya terjadi perdarahan, hal ini terjadi karena plasenta tertempel erat di uterus; bagaimanapun, perdarahan ini normalnya akan dihambat karena kontraksi otot polos uterus akan menekan pembuluh darah yang menuju ke plasenta.


 Faktor Hormonal yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus

1.     Rasio estrogen terhadap progesterone.
Pada bulan-bulan ahir masa kehamilan, sekresi estrogen meningkat, sedangkan sekresi dari progesterone cenderung stabil atau bahkan menurun. Penyebab dari hal ini adalah fetus tersebut mengeluarkan hormon ACTH (adrenocorticotropic hormone) yang akan merangsang kelenjar adrenal dari fetus itu sendiri untuk mensekresikan steroid adreno kortikal dalam jumlah yang lebih banyak, dan akan dikirim menuju plasenta melalui tali pusar, dan di plasenta lah tempat kerjanya yang akan menghentikan sekresi progesterone dan meningkatkan sekresi estrogen dan prostaglandin. Ini menyebabkan kontraktilitas dari uterus meningkat, hal ini dikarenakan estrogen memiliki kecenderungan untuk meningkatkan jumlah dari taut celah atau gap junction antara sel-sel otot polos uterus yang berdekatan, dan juga karena beberapa alas an yang masih belum bisa dimengerti. Selain itu juga karena jumlah estrogen yang cenderung meningkatkan kontraktilitas otot menjadi meningkat dibandingkan dengan jumlah progesterone yang memiliki sifat kontraksi uterus selama masa kehamilan yang disekresikan konstan bahkan menurun.
2.    Pengaruh Oksitosin pada Uterus
Oksitosin adalah hormone yang berfungsi secara khusus untuk meningkatkan kontraktilitas uterus yang disekresikan oleh hipofisis posterior atau neurohipofisis. Terdapat beberapa bukti bahwa oksitosin diperlukan dalam meningkatkan kontraktilitas uterus, seperti; (1) otot-otot yang ada di uterus meningkatkan jumlah reseptornya terhadap oksitosin dan mengakibatkan peningkatan respon terhadap dosis oksitosin yang diberikan/dihasilkan dalam bulan-bulan terahir masa kehamilan, (2) neurohipofisis menigkatkan sekresi oksitosin secara ceapt pada saat proses persalinan, (3) apda hewan percobaan yang telah mengalami hipofisektomi, masih bisa melakukan proses persalinan secara normal pada kehamilan aterm, tetapi sedikit lebih lama, (4) adanya reflex neurogenic melalui nucleus paraventrikuler hipotalamus dan nucleus suprakiasmatik hipotalamus yang bisa menyebabkan peningkatan sekresi oksitosisn, reflex tersebut dikarenakan adanya regangan atau iritasi pada serviks uteri pada saat proses persalinan

Faktor-Faktor Mekanis yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus
1.     Regangan Otot-Otot Uterus
Regangan sederhana organ-organ berotot polos biasanya akan meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya, regangan intermiten, seperti yang terjadi pada uterus secara berulang-ulang yang disebabkan oleh pergerakan fetus bisa juga menyebabkan peningkatan kontraktilitas otot polos. Pada bayi kembar, biasanya waktu persalinan akan lebih cepat 19 hari daripada anak tunggal, hal ini dikarenakan regangan mekanik dari bayi yang kembar lebih besar dibandingkan anak tunggal pada otot uterus sehingga mengakibatkan kontraktilitas uterus.
2.    Regangan atau Iritasi Serviks
Terdapat alasan untuk memercayai bahwa meregangkan atau mengiritasi serviks uteri khususnya penting dalam menimbulkan kontraksi uterus. Sebagai contoh, ahli obstetric sering menginduksi persalinan dengan meemcahkan ketuban sehingga kepala bayi lebih meregang serviks daripada biasanya atau mengiritasi serviks dengan cara lain. Mekanisme bagaimana iritasi serviks dapar merangsang korpus uteri tidak diketahui. Diduga bahwa regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya reflex pada korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjadi akibat transmisi miogenik sinyal-sinyal ke korpus uteri.


Leave a Reply