Kita sebagai masyarakat saat ini, terkadang dibingungkan
dengan mahalnya biaya kesehatan. Memang begitulah kenyataanya. Kesehatan berarti
menyangkut nyawa seseorang. Tentu kita tidak akan membiarkan diri kita larut
dalam mahalnya pengobatan saat ini. Sebagai rakyat tentu kita kita mempunyai
hak untuk mendapatkan kesehatan yang layak, dan terbuka bagi semua
kalangan. Bahkan kita terkadang nyinyir
terhadap janji para calon pemimpin yang
selalu menjanjikan kesehatan yang layak dan murah bagi semua orang. Kesehatan menjadi
mengumbar moditas politik yang paling
populer untuk mengumbar janji kepada masyarakat yang dilanda wabah penyakit.
Secara sederhana, kesehatan mempunyai dua sisi yang berbeda.
Pertama, kesehatan memang ditujukan untuk masyarakat demi terbentuknya
masyarakat yang madani atau yang kedua, menjadi komoditas poliktik dan ekonomi.
Mungkin poin yang kedua inilah yang sering digemborkan di media massa saat ini.
Dimana banyak rumah sakit atau pusat layanan kesehatan dikatakan tidak menghargai
kesehatan manusia. Akibatnya layanan kesehatan menjadi bulan-bulanan masyarakat
sehingga fungsinya menjadi pertanyaan.
Membicarakan tentang kesehatan, kita tidak pernah dari
sesuatu yang bernama obat. Hampir pasti ketika kita kedokter, bidan, atau
mantri, baik keluhannya mulai dari ringan sampai berat pasti diberikan obat. Maka
tidak heran jika orang sakit dianalogikan dengan makan obat, sebab biaya
makanan dan obat hampir sama. Bahkan jika penyakitnya berat, harga obat seperti
harga makanan di restauran bintang lima. Tentu masyarakat kita berharap bahwa
obat yang murah dapat dijangkau oleh masyarakat.
Salah satu mekanisme untuk mengatasi permasalahan ini adalah
dengan penggunaan Obat Generik Berlogo (OGB). Hampir semua orang sudah pernah
mendengar istilah generik. Tetapi tentu OGB, orang akan geleng-geleng kepala. Seolah
bertanya pada rumput yang bergoyang mengenai apa arti istilah OGB, supaya tidak
ditertawakan dokter atau perawat. Obat Generik Berlogo adalah obat jadi yang
menggunakan nama zat khasiatnya sebagai nama obat, sehingga berbeda dengan obat
lain yang biasanya namanya sudah dimodif sendiri sesuai nama produsen obat. Mungkin
agak sulit untuk membedakan nama obat antara OGB dan obat paten. Karena masyarakat
awam masih belum mempunyai pengetahuan mengenai hal ini. Tapi biasanya obat
generik menyertakan logo bulat hijau bergaris –garis yang mempunyai makna
tertentu.
OGB menjadi pilihan utama bagi masyarakat yang masih belum
dapat menjangkau kesehatan yang mahal saat ini. Sejak digullirkan pemerintah
tahun 1989, OGB mulai menjadi dambaan masyarakat. Walaupun sosialisasinya masih
sangat terbatas, dan mungkin dianggap kalah bersaing dari obat paten.
Terkadang banyak orang yang menganggap remeh OGB. Ada banyak
kalangan yang mengatakan, karena harganya lebih murah, efek terapi tidak
sebanding dengan obat paten. Tak heran jika masyarakat terkadang menolak jika disodori
obat generik. Padaha itu merupakan anggapan yang salah besar. Obat generik
dikenal murah karena tidak perlu membayar royalti ke penemunya. Sebagaimana diketahui,
obat generik diproduksi ketika paten penemu sudah habis. Sehingga kandungan
obat dan efeknya sama dengan obat paten. Selain itu tidak sembarang produsen
yang mampu memproduksinya, setidaknya dibutuhkan syarat tertentu untuk
memproduksi OGB. Ditambah lagi pemerintah sudah mengatur harga eceran tertinggi
bagi OBG, layak mengatur harga BBM.
Banyak hal yang menghambat masuknya OGB bagi masyarakat
antara lain distribusi obat yang tidak menjangkau seluruh masyarakat,
pengetahuan pasien untuk menanyakan keetersediaan OGB, keraguan dokter atau
tenaga medis dalam meresepkan OGB, atau mau mencari keuntungan dengan tidak
meresepkan OGB. Mungkin masalah inilah yang sering muncul, mengingat ekonomi
negara kita masih kacau semenjak krisis ekonomi melanda negeri ini. Dibandingkan
ketersediaan OGB dinegara-negara maju yang sudah mencapai lebih dari 50%, kita
masih berkutat diangka setengahnya.
Setidaknya ditengah bidang kesehatan yang menjadi komoditas
politik, masih ada harapan untuk menjejakkan langkah untuk sosialisasi OGB. Pemerintah
punya kewajiban mengayomi masyarakat dari
mahalnya biaya pengobatan apalagi untuk membeli obat. Sudah selayaknya
pemerintah mewajibkan penggunaan OGB di tengah masyarakat. Pemerintah bisa
mengatur regulasi tentang peresepan OGB bagi dokter, setidakny setiap melakukan
peresepan, dokter dituntut untuk memberikan OGB. Jika hal ini dilanggar, tentu
pemerintah bisa mengatur sanksi bagi tenaga medis yang melanggarnya. Selain itu,pemerintah
perlu menggencarkan promosi baik dunia nyata dan maya. Berkembangnya internet,
media sosial dan berbagai hal didunia maya seharusnya memudahkan pemerintah
untuk mensosialsisasikan OGB. Yang paling penting adalah pemerintah
mensosialisasikan secara langsung ke sasaran sekunder, seperti pakar
kedokteran, perawat, bidan, lembaga pendidikan, tenaga kesehatan dan tokoh
masyarakat.
Yang terakhir, konsumen yang harus menentukan sendiri
nasibnya. Pengetahuan menjadi kunci masyarakat untuk menerima OGB. Masyarakat sudah
waktunya bertanya untuk alternatif obat pengganti yang lebih murah. OGB salah
satunya. Apabila berobat ke dokter, tanyakan apakah ada obat generiknya. Mengingat
kecederungan saat ini, pasien mempunyai hak yang sama dengan dokter dengan kata
lain keduanya dianggap setara. Diskusi dokter pasien menjadi keharusan dalam
hal ini. Pasien berhak atas informasi yang seluasnya dari dokter. Akan tetapi
tidak semua obat tersedia dalam bentuk generik. Untuk itu, sekali lagi peran
dokter pasien mempunyai andil besar bagi perkembangan kesehatan masyarakat.
Pemerintah perlu bekerja keras jika menginginkan OGB dapat
diketahui masyarakat. Perlu promosi yang terus menerus guna
mensosialisasikannya kepada masyarakat. Terakhir, jadilah konsumen cerdas jika
ingin mencari pengobatan murah dan berkualitas.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai OGB silahkan
kunjungi www.dexa-medica.com.