Satu setengah tahun sudah aku meninggalkan kampung
halamanku,”Yogyakarta”. Salah satu provinsi yang indah dan kotanya mempunyai
banyak gelar. Daerah Istimewa Yogyakarta begitulah namanya kalau dilihat di
buku-buku ilmu pengetahuan atau di berita, namanya juga istimewa mempunyai
banyak keistimewaan disana-sini. Yogyakarta adalah salah satu provinsi yang
makmur dengan biaya hidup yang murah dan berpenduduk yang menjunjung tinggi
budaya jawa. Sebagai salah satu provinsi terpenting dalam berdirinya negeri
ini, Yogyakarta selalu diserbu pendatang dari seluruh negeri bahkan turis
mancanegara. Banyak orang tertarik dengan Yogyakarta, entah karena faktor
ekonomi yang mendukung atau karena hal lainnya. Banyaknya pendatang dari
berbagai macam penjuru dari negeri ini membuat Yogyakarta mempunyai masyarakat
yang majemuk. Berbagai mmacam suku dan budaya ada di Yogyakarta, sehingga
rasanya tidak ada yang tidak ada di Yogyakarta.
Ketika orang muda asli Jogja mulai beranjak dewasa, mereka mulai sadar ternyata
banyak perubahan pada tempat di daerah
ini. Masyaraka asli daerah ini hanya bisa melihat kegermelapan kota Yogyakarta
dari jauh. Kaum muda penulis juga, seperti yang sudah terlihat di akhir-akhir
ini, mulai tidak tahu harusmelangkah
kemana. Banyakk orang muda jogja menganggur dan tidak mampu melanjutkan sekolah
di provinsi yang notabene disebut kota pendidikan.
Memang inilah kenyataan pahit yang harus diterima, terus
memperjuangkan nasib sebagai masyarakat asli yang tidak mampu berbuat apapun
untuk daerahnya sendiri. Entah karena korupsi yang merajalela di negeri ini
dari lembaga poemerintahan hingga swasta, dari kelas teri hingga kelas kakap.
Berita—berita korupsi yang membanjiri media
masa nasional setiap hari, seolah tiada habisnya. Mungkin hal inilah yang saat
ini juga berpengaruh terhadap kehidupan dan masa depan masyarakat Jogja.
Toh daripada melihat berita korupsi yang terus menerus, mari
kita lihat keadaan masyarakat Yogyakarta. Dengar-dengar tiap tahunnya terjadi
ledakan penduduk dan juga orang menganggur, entah itu orang jogja asli atau
orang luar yang betah tinggal di Jogja. Jumlah penduduk meningkat pesat, tidak
sebanding dengan luas daerahnya yang kecil, hal ini menjadi masalah tersendiri
terhadap proses registrasi kependudukan dan meningkatkan masalah kriminalitas.
Permasalahan yang muncul di masyarakat saat ini salah
satunya adalah kemajemukan kota jogja sendiri, sama keadaanya dengan kondisi di
Eropa saat ini yang diserbu pendatang dari Timur Tengah maupun Afrika. Keadaan
seperti ini terkadang bisa menimbulkan gejolak sosial dalam masyarakat, dimana
kebudayaan asli masyarakat berlawanan dengan kebudayaan lain. Untung saat ini
keadaan masyarakat jogja masih kondusif, dimana jarang terjadi pergolakan dalam
masyarakat. Tapi ini menjadi permasalahan jika orang jogja sendiri justru harus
mengalami keterbatasan ekonomi di daerah sendiri, terutama bagi kaum muda yang
belum bekerja.
Terlihat dalam mata penulis, setiap hari di kota, terdengar
orang-orang mengucapkan bahasa yang berbeda, tidak melulu bahasa jawa tetapi
juga bahasa daerah lain. Hal tersebut mengisi di tempat-tempat umum seperti
perkantoran, pusat pebelanjaan, sekolah, kampus maupun dijalanan. Tentu saja
yang paling terlihat adalah dikampus, karena kampus-kampus di jogja diserbu
oleh ribuan lulusan SMA tiap tahunnya. Lihat saja jalanan, coba tengok kekanan
kiri pasti berbagai macam plat motor yang berbeda ada disana. Padahal jalanan
di jogja sudah sangat sesak karena penuh kendaraan bermotor, jadi mudah sekali
untuk memeperhatikan kendaraan daerah lain.
Banyak penduduk asli hanya mempunyai profesi rendah dengan
gaji yang kecil pula, tidak mampu membiayai putra putri mereka untuk sekolah
yang tinggi, walaupun ada banyak kampus di jogja sendiri. Mungkin biaya
pendidikan sudah disamakan dengan pendidikan
diluar daerah atau orang tua tidak mampu untuk menyuap kursi guna masuk
pendidikan yang diinginkan anaknya di perguruan tinggi.
Pemerintah daerah harus berpikir untuk membela kepentingan
masyarakat asli jogja, terutama kaum muda. Mau dikemanakan nasib mereka nanti,
apakah mereka akan melupakan tradisi asli. Disaat pemerintah daerah terus
meningkatkan kemampuan ekonomi daerah dan meningkatkan citra daerah di ajang
nasional dan internasional, kita lupa akan masyarakat kita sendiri. Setidaknya
kaum muda asli jogja berharap mempunyai kesempatan yang sama untuk sekolah
maupun bekerja di daerah sendiri. Akhir kata tulisan ini bukanlah merupakan
provokasi untuk antipendatang atau anti kemajemukan suku di Yogyakarta. Tulisan
ini dibuat agar pemerintah daerah mulai sadar untuk membangun kaum muda asli,
agar tidak kehilangan jati dirinya dalam kehidupan dan kearifan masyarakat
Yogyakarta. Mari generasi muda Yogyakarta, sudah waktunya bangkit berdiri dan
membangun diri sendiri, masyarakat sekitar, lingkungan dan budaya, tunjukkan
bahwa kita adalah putra putri terbaik negeri ini.