Merupakan
suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal
yang bersifat patologisdan berjalan kronik persisten atau reversible.
Etiologi
1.
Infeksi
2.
Kelainan heriditer atau kelainan kongenital
3.
Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
4.
Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk
rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
Patofisiologi
Infeksi
merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan
menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding
bronchial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas
ke jaringan peribronkial, sehingga alam kasus bronkiektasis sakuar, setiap tuba
yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas
melalui bronkus. Bronkiektaksis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen
paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena. Retensi sekresi dan
obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah
distal obstruksi mengalami kolaps (atelektasis). Jaringan parut atau fibrosis
akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya
pasien mengalami infusiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital,
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas
paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi (ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
Manifestasi klinis
1. Batuk yang
menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah tiduran dan
berbaring.
2.
Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak
ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3.
Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang
lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan,
penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan
kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering
mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4.
Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
Tatalaksana
a. Infeksi
dikendalikan dengan terapi antimikroba
didasarkan pada hasil pemeriksaan
sensitivitas pada organisme yang
di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke dalam regimen antibiotic
yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter meresepkan
antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran
pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia
pneumokokus.
b. Drainase postural
dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena drainase area
bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan tingkat
infeksi. (kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan bronkoskopi).
Daerah dada yang sakit mungkin diperkusi atau di “tepuk-tepuk” untuk membantu
melepaskan sekresi. Drainase postural pada awalnya dilakukan untuk periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan
pasti.
c. Bronkodilator
dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi jalan
nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan
bronchitis. Simpatomimetik, terutama Beta-adrenergik, dapat digunakan untuk
meningkatkan transfort sekresi mukosiliaris.
d. Untuk
meningkatkan pengeluaran sputum, kandungan air dari sputum ditingkatkan dengan
tindakan aerosolized nebulizier dan
dengan meningkatkan masukan cairan peroral. Face
tent baik untuk member kelembaban ekstra terhadap aerosol. Pasien harus
tidak merokok, karena merokok merusak drainase bronchial dengan melumpuhkan
aksi siliaris, meningkatkan sekresi bronchial, dan menyebabkan inflamasi
membrane mukosa, mengakibatkan hyperplasia kelenjar mukosa.
e. Intervensi bedah,
meski tidak sering dilakukan, mungkin diperlukan bagi pasien yang secara
kontinu mengeluarkan sputum dalam jumlah yang sangat besar dan mengalami
penyakit pneumonia dan hemoptisis berulang meskipun kepatuhan pasien terhadap
regimen pengobatan. Namun demikian, penyakit harus hanya mengenai satu atau dua
daerah paru yang dapat diangkat tanpa menyebabkan insufiensi pernafasan. Tujuan
tindakan pembedahan adalah untuk menjaga jaringan paru normal dan menghindari
komplikasi infeksius. Semua jaringan yang sakit diangkat, sehingga fungsi paru
pascaoperatif akan adekuat. Mungkin ada baiknya untuk mengangkat suatu segmen
lobus (reseksi segmental), lobus (lobektomi), atau keseluruhan paru
(pneumonnektomi). Reseksi segmental adalah pengangkatsubdivisi anatomi dari
lobus paru. Keuntungan utama dari tindakan iini adalah bahwa hanya jaringan
yang sakit saja yang diangkat dan jaringan paru yang sehat terpelihara.
Bronkografi membantu dalam menggambarkan segmen paru. Pembedahan didahului
dengan periode persiapan operasi yang cermat. Tujuannya adalah untuk
memungkinkan agar percabangan trakeobronkial kering (sekering mungkin) untuk
mencegah komplikasi (atelektasis, pneumonia, fistula bronkopleura, dan
emfisema). Tujuan ini dicapai dengan cara drainase postural atau tergantung
pada letak abses, dengan suksion langsung melalui bronkoskop. Serangkaian
terapi abtibakterial mungkin diresepkan.